Jika di belahan dunia lain orang-orang pada rame nonton balapan MotoGP, Formula 1 ataupun pasta gigi Formula *ngasal*
Cuma bedanya kalau Formula One itu pake mobil yang keren tuh *yaiyalah* kalau Karapan Sapi ya pake sapi. Udah pada tau kan Karapan Sapi itu ? Kalau ada yang belum tau dan gag pernah nonton, tenang gag usah sampe nangis segala cup cup cup. Gue akan nerangin Budaya kalapan sapi dari Madura itu ( sok keren).
lain lagi di bagian timur Pulau Jawa tepatnya di Pulau Madura, Karapan Sapi menjadi tontonan balapan favorit masyarakat Madura. Kalau dibilang sih Karapan Sapi itu adalah Formula One ala masyarakat Madura. Emeijing kan si Karapan Sapi?
Cuma bedanya kalau Formula One itu pake mobil yang keren tuh *yaiyalah* kalau Karapan Sapi ya pake sapi. Udah pada tau kan Karapan Sapi itu ? Kalau ada yang belum tau dan gag pernah nonton, tenang gag usah sampe nangis segala cup cup cup. Gue akan nerangin Budaya kalapan sapi dari Madura itu ( sok keren).
Bantuin yah Bantuin bim salabim jadi apa prok-prok. *ala Pak Tarno*
Selain terkenal dengan garamnya yang acin-acin cedap itu, Madura juga terkenal akan salah satu budayanya yaitu Karapan Sapi.
Sejarah asal mula Kerapan Sapi Awalnya dari Pangeran Katandur yang berasal dari Pulau Sapudi, Sumenep pada abad 13 yang ingin memanfaatkan tenaga sapi sebagai pengolah sawah. Berangkat dari ketekunan beliau bagaimana cara membajak sapinya bekerja ,mengolah tanah persawahan, ternyata berhasil dan tanah Madura yang terkenal tandus pun berubah menjadi tanah subur.
Melihat ide yang brilliant itu, tentu saja warga masyarakat desa mengikuti jejak Pangerannya dan membawa hasil positif. Akhirnya tanah di seluruh Pulau Sapudi yang semula gersang, menjadi tanah subur yang bisa ditanami padi serta tanaman lainnya. Hasil panenpun berlimpah ruah dan jadilah daerah yang subur makmur.
Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi. Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer dengan “Kerapan Sapi”.
Melihat ide yang brilliant itu, tentu saja warga masyarakat desa mengikuti jejak Pangerannya dan membawa hasil positif. Akhirnya tanah di seluruh Pulau Sapudi yang semula gersang, menjadi tanah subur yang bisa ditanami padi serta tanaman lainnya. Hasil panenpun berlimpah ruah dan jadilah daerah yang subur makmur.
Setelah masa panen tiba sebagai ungkapan kegembiraan atas hasil panen yang melimpah Pangeran Ketandur mempunyai inisiatif mengajak warga di desanya untuk mengadakan balapan sapi. Areal tanah sawah yang sudah dipanen dimanfaatkan untuk areal balapan sapi. Akhirnya tradisi balapan sapi gagasan Pangeran Ketandur itulah yang hingga kini terus berkembang dan dijaga kelestariannya. Hanya namanya diganti lebih populer dengan “Kerapan Sapi”.
Pengertian kata “kerapan” adalah adu sapi memakai “kaleles”. Kaleles adalah sarana pelengkap untuk dinaiki sais/joki yang menurut istilah Madura disebut “tukang tongko”. Sapi-sapi yang akan dipacu dipertautkan dengan “pangonong” pada leher-lehernya sehingga menjadi pasangan yang satu.
Sampai hari, jam, menit, detik ini, Karapan Sapi adalah bagian dan kebanggaan masyarakat Madura. Banyak hal yang dipertaruhkan dalam acara ini, termasuk harga diri si empunya sapi pacuan dipertaruhkan. Maka dari itu, tidak jarang sang pemilik sapi mempersiapkan sapi pacuannya dengan memberikan pijatan khusus dan makanan tidak kurang dari 90 butir telur setiap harinya, agar stamina dan kekuatan sapi sapi tersebut terjaga. Bahkan perlakuan istimewa sapi sapi tersebut dibeberapa rumah terlihat ada yang menghiasi garasi bukan kendaraan mobil tetapi malah sapi tersebut yang berada digarasi rumah.
Don’t Try This At Home ! Karena akan menyebabkan tetangga anda bingung membedakan antara wajah anda dengan sapi dan yang lebih parah istri anda akan meminta cerai *becanda*
Maklum saja karena untuk sapi yang memenangkan pertandingan dapat mencapai harga Rp 75juta per ekornya. Atau bias mencapai milliaran rupiah
Biasanya sapi yang diikuti lomba adalah sapi pilihan dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya berdada air artinya kecil ke bawah, berpunggung panjang, berkuku rapat, tegar tegak serta kokoh, berekor panjang dan gemuk. Pemeliharaan sapi kerap juga sangat berbeda dengan sapi biasa. Sapi kerap sangat diperhatikan masalah makannya, kesehatannya dan pada saat-saat tertentu diberi jamu. Sering terjadi biaya ini tidak sebanding dengan hadiah yang diperoleh bila menang, tetapi bagi pemiliknya merupakan kebanggaan tersendiri dan harga sapi kerap bisa sangat tinggi.
Untuk membentuk tubuh pasangan sapi yang sehat membutuhkan biaya hingga Rp4 juta per pasang sapi untuk makanan maupun pemeliharaan lainnya. Maklum, sapi karapan diberikan aneka jamu dan puluhan telur ayam per hari, terlebih-lebih menjelang diadu di arena karapan. Berdasarkan tradisi masyarakat pemilik sapi karapan, maka hewan tersebut menjelang diterjunkan ke arena dilukai di bagian pantatnya yakni diparut dengan paku hingga kulitnya berdarah agar dapat berlari cepat. Bahkan luka itu diberikan sambal ataupun balsem yang dioles-oleskan di bagian tubuh tertentu antara lain di sekitar mata.
Dalam lomba pacuan tradisional ini, setidaknya ada dua ekor sapi yang dipasangkan untuk menarik kereta kayu yang dinaiki oleh seorang joki laki-laki. Jaraklintasan tak terlalu jauh, umumnya 100 180 meter dengan lama pacuan antara sepuluh sampai enam belas detik.
Setiap tahunnya, tiap kabupaten di Pulau Madura biasanya menyelenggarakan Karapan Sapi, yaitu pada bulan Agustus sampai September. Dari pertandingan di tiap kabupaten tersebut, diadakan pertandingan final di Kota Pamekasan, Madura, pada akhir bulan September atau Oktober untuk memperebutkan piala bergilir dari Presiden RI.
Penyelenggaraan Kerapan Sapi selalu diminati oleh masyarakat Madura dan juga masyarakat luar Madura, termasuk bule-bule tuh :D. Setiap kali penyelenggaraan Kerapan Sapi diperkirakan masyarakat yang hadir bisa mencapai 1000-1500 orang. Dalam pesta rakyat itu berabagai kalangan maupun masyarakat Madura berbaur menjadi satu dalam atmosfir sportifitas dan kegembiraan.
So kalau kalian berencana nonton Formula 1 ala budaya masayarakat Madura ini , gag usah mikirin biaya yang dikeluarkan soalnya cukup murah meriah kok. Ini rinciannya khusus kamu yang dari Surabaya.
1. Biaya bensin PP Surabaya - Pamekasan = 60.000 an lah paling
2. Penginapan = 35.000, bisa juga numpang tidur di masjid.
3. Nonton Kerapan Sapi = Gratisssss
1. Biaya bensin PP Surabaya - Pamekasan = 60.000 an lah paling
2. Penginapan = 35.000, bisa juga numpang tidur di masjid.
3. Nonton Kerapan Sapi = Gratisssss
Gimana mantab kan ?
O ya artikel ini saya buat untuk mengikuti lomba blog semi seo yang diadakan oleh plat-m.com , bloggernusantara.com dan idblognetwork.com. O ya jangan lupa kalau ada perlombaan, nonton karapan sapi ya!